Peran Manusia sebagai Hamba dan Khalifah Dalam faham Ahlusunnah wal jama'ah An-Nahdliyah
Dimensi hubungan antara Tuhan dan manusia berawal dari konsensus "Innalillahi," yakni dari Allah SWT yang menciptakan manusia dengan dua tujuan utama: sebagai hamba dan sebagai khalifah. Sebagai khalifah, manusia diharapkan berpikir dan bertindak yang maslahat, bermanfaat untuk umat, dan pada akhirnya kembali lagi pada konsensus "wa inna ilaihi raji'un," yakni kembali kepada Allah. Wahdahu la sharika lah—tiada Tuhan selain Allah, dan segala sesuatu harus didasarkan karena Allah.
Konsensus "Innalillahi" dalam proses komunikasinya ditandai dengan diutusnya seorang rasul, yaitu Nabi Muhammad SAW, sebagai imam dan panutan. Beliau membawa tugas mulia atas perintah Allah SWT. Dalam hal ini, perlu dicatat bahwa manusia memiliki dua predikat utama: pertama sebagai hamba dan kedua sebagai khalifah. Selain itu, kita juga memiliki kedudukan sebagai umat Nabi Muhammad SAW. Peran kita sebagai hamba dan khalifah adalah untuk mendakwahkan ajaran Rasulullah SAW.
Sebagai pedoman, otoritas utama dari segala sumber hukum adalah Al-Quran yang berasal dari Allah SWT dan As-Sunnah yang berasal dari Rasulullah SAW. Dari sini lahirlah berbagai pemahaman yang kemudian menghasilkan ijtihad. Konsep Ahlusunnah wal Jamaah menegaskan bahwa setiap manusia yang ingin menjadi hamba Allah dan khalifah harus memfungsikan hati, jasad, dan ruh dengan sebenar-benarnya. Keimanan dicapai melalui hati yang ma'rifat, jasad berhubungan dengan Islam, dan ruh berkaitan dengan ihsan.
Dalam Ahlusunnah wal Jamaah, pemahaman tentang tauhid mengikuti Abu Hasan Al-Asy'ari dan Abu Mansur Al-Maturidi. Dalam bidang syariat atau fiqh, diikuti oleh madzhab Al-Arba’ah, dan dalam bidang tasawuf, mengikuti Imam Al-Ghazali dan Imam Junaid Al-Baghdadi. Konsep Ahlusunnah wal Jamaah an-Nahdliyah lahir dari tradisi mujtahid, ulama, dan auliya. Dari sinilah muncul madzhab Al-Asy'ariyah, Al-Maturidiyah, madzahibul arba'ah, Al-Ghazali, dan Imam Junaid. Pendiri NU, KH Hasyim Asy'ari, kemudian merumuskan "Qonun Asasi," sebuah ringkasan dari seluruh prinsip ini yang tetap relevan meski peradaban terus berkembang.
Qonun Asasi merupakan pondasi dari segala gerakan kaum Nahdliyin dan selalu relevan terhadap perkembangan zaman. Qonun Asasi ini melahirkan konsep "Mabadi Khoiru Ummah" sebagai karya cerdas dari NU, yang kemudian membentuk khitah Nahdliyah, yaitu kembali lagi kepada Allah dan didasarkan kepada-Nya, wahdahu la sharika lah.
Penulis: Muhammad Bagus Awaluddin Ma’rifatullah (Ketua PAC IPNU Cibadak)

Gabung dalam percakapan